Ketua PAFI Nangapinoh: Perang Iran-Israel Picu Krisis Kesehatan Global yang Terabaikan
NANGAPINOH – Ketegangan geopolitik yang memanas antara Iran dan Israel kini tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kehancuran infrastruktur, tetapi juga berdampak secara signifikan terhadap sistem kesehatan global. Ketua Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Kecamatan Nangapinoh, Kalimantan Barat, Sdr. Henrico Saputra, S.Farm., Apt., menyampaikan keprihatinannya atas dampak buruk perang tersebut terhadap akses layanan kesehatan dan distribusi obat-obatan esensial di sejumlah wilayah terdampak secara tidak langsung.
Ketua PAFI Nangapinoh
Dalam keterangannya kepada media pada Senin (17/6), Henrico menekankan bahwa peperangan modern, terutama antara dua negara yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah, bisa menyebabkan gangguan rantai pasokan farmasi, peningkatan gangguan kejiwaan, hingga menghambat agenda kesehatan dunia pascapandemi COVID-19.
“Perang ini bukan hanya tentang siapa menang atau kalah. Ini soal dampaknya terhadap masyarakat global yang tidak terlibat langsung, namun ikut menderita akibat disrupsi logistik, tekanan ekonomi, dan meningkatnya stres kolektif,” ujar Henrico.
Dampak Perang Tak Mengenal Batas Negara
Henrico menyebut bahwa industri farmasi global memiliki ketergantungan tinggi terhadap bahan baku dari berbagai negara, termasuk kawasan Timur Tengah. Situasi perang di Iran, sebagai salah satu produsen zat aktif farmasi (API), berisiko memperlambat pengiriman bahan baku penting ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Beberapa bahan aktif untuk antibiotik dan pengobatan kronis dipasok dari pabrik-pabrik farmasi yang secara langsung maupun tidak langsung terpengaruh konflik ini,” ungkapnya.
Selain itu, harga minyak dunia yang melonjak tajam akibat ketegangan ini juga berpengaruh terhadap biaya logistik internasional, termasuk pengangkutan obat-obatan dan alat medis. Hal ini berpotensi menambah beban sistem kesehatan negara-negara berkembang.
Ancaman Psikososial dan Kesehatan Mental
Ketua PAFI Nangapinoh juga menyoroti dampak psikososial yang timbul dari konflik berkepanjangan, baik di negara yang terlibat langsung maupun negara yang hanya terdampak secara tidak langsung. Informasi dan video kekerasan yang menyebar di media sosial terbukti memberikan dampak psikologis terhadap masyarakat luas, terutama generasi muda.
“Kami melihat peningkatan kasus kecemasan, depresi, dan trauma sekunder bahkan di daerah yang jauh dari medan perang. Informasi yang masif tanpa filter menimbulkan tekanan mental tersendiri,” katanya.
Henrico menyebut bahwa apoteker dan tenaga kesehatan di tingkat lokal mulai menyadari perubahan ini dari interaksi langsung dengan masyarakat, termasuk permintaan terhadap obat penenang ringan dan suplemen peningkat daya tahan tubuh yang meningkat drastis.
Krisis Pengungsi dan Risiko Penyakit Menular
Salah satu efek domino lain yang dikhawatirkan Henrico adalah melonjaknya jumlah pengungsi akibat perang, yang bisa memperparah penyebaran penyakit menular. Ia mencontohkan bagaimana konflik bersenjata di masa lalu seperti di Suriah dan Yaman menyebabkan ledakan wabah kolera dan campak di kamp-kamp pengungsi.
“Pengungsian massal tanpa sanitasi dan fasilitas kesehatan yang memadai sangat rawan menciptakan kluster penyakit baru. Ini sudah terbukti berulang kali dalam sejarah,” ungkap Henrico.
Ia juga menambahkan bahwa perang sering kali mengalihkan fokus dan dana internasional dari penanganan masalah kesehatan global seperti HIV/AIDS, tuberkulosis, hingga imunisasi dasar yang sempat terdampak pandemi.
PAFI Nangapinoh Minta Pemerintah dan Dunia Internasional Bertindak
Sebagai bagian dari komunitas kesehatan nasional, PAFI Nangapinoh mendesak agar pemerintah Indonesia tidak bersikap netral terhadap krisis kemanusiaan yang tengah berlangsung. Menurut Henrico, Indonesia bisa memainkan peran strategis dalam diplomasi kesehatan global dan menyuarakan pentingnya gencatan senjata demi kemanusiaan.
“Kami berharap Kementerian Kesehatan dan Kementerian Luar Negeri bisa mengangkat isu kesehatan ini dalam forum-forum internasional. Jangan tunggu semuanya runtuh baru bereaksi,” tegasnya.
PAFI Nangapinoh juga mengimbau masyarakat agar lebih bijak dalam mengonsumsi informasi seputar perang agar tidak terjebak dalam kecemasan berlebih. Edukasi seputar pentingnya kesehatan mental dan stabilitas emosi di tengah krisis global menjadi fokus utama mereka dalam beberapa bulan ke depan.
Kesimpulan: Perang Menghancurkan Lebih dari Sekadar Bangunan
Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, perang Israel-Iran bukan sekadar konflik militer, tetapi juga bencana kesehatan global yang berisiko menghantam negara-negara yang tidak terlibat dalam medan perang sekalipun. Ketua PAFI Nangapinoh menjadi salah satu suara di daerah yang menyuarakan pentingnya kesadaran nasional akan dampak perang lintas batas ini.
Dunia perlu mengingat: setiap rudal yang diluncurkan bukan hanya merobek langit, tapi juga memutus rantai harapan bagi masyarakat yang mendambakan hidup sehat dan damai.
Post Comment